Cornelis de Houtman: Kisah Awal Penjajahan Belanda

Cornelis de Houtman

Pernah dengar nama Cornelis de Houtman? Yups, dia adalah sosok utusan yang membuka sejarah penjajahan Belanda ke Nusantara. Houtman pertama kali diutus oleh para saudagar dagang dari Amsterdam untuk mencari rempah-rempah ke wilayah yang saat itu disebut Hindia Timur.

Selama dalam perjalanan, Houtman sering kali menghadapi tantangan besar, seperti penyakit, stok makanan yang menipis, bahkan kematian para awak kapal. Setibanya di Nusantara pun, perjalanannya untuk membeli rempah-rempah tidak berjalan mulus.

Dalam artikel ini, kita akan membahas siapa sebenarnya Cornelis , bagaimana ekspedisinya, dan mengapa sosok ini menjadi titik awal penjajahan Belanda di Indonesia.

Siapa Cornelis de Houtman?

Cornelis de Houtman adalah seorang pelaut Belanda yang lahir pada tahun 1565 di Gouda, Belanda. Ia dikenal sebagai tokoh penting dalam sejarah kolonialisme Eropa di Asia Tenggara. Houtman memimpin ekspedisi Belanda pertama ke Asia dengan tujuan utama mencari jalur perdagangan rempah.

Rempah-rempah seperti lada, cengkeh, pala, dan kayu manis saat itu dianggap barang mewah di Eropa. Selain sebagai bumbu, rempah juga digunakan untuk pengawet makanan, obat-obatan, hingga wewangian. Harga rempah di pasar Eropa bisa berkali-kali lipat dari harga di Asia, sehingga bangsa Eropa berlomba-lomba menguasai jalur perdagangannya.

Dengan posisinya sebagai pemimpin armada pertama Belanda ke Nusantara, de Houtman bukan sekadar penjelajah. Ia adalah pionir yang membuka jalan bagi bangsa Belanda untuk masuk ke Nusantara dan memulai era panjang penjajahan yang berlangsung lebih dari tiga abad.

Latar Belakang Ekspedisi Belanda

Pada akhir abad ke-16, dunia sedang berada di era eksplorasi maritim. Spanyol dan Portugis telah menjadi penguasa utama jalur perdagangan rempah. Portugis menguasai Malaka sejak 1511, sementara Spanyol menguasai Filipina.

Belanda yang saat itu masih berperang melawan kekuasaan Spanyol (Perang 80 Tahun, 1568–1648), berusaha mencari jalannya sendiri untuk menembus pasar Asia. Karena jalur resmi perdagangan dikendalikan Portugis dan Spanyol, para pedagang Belanda mencari cara untuk memutus ketergantungan itu.

Cornelis pada awalnya ditugaskan untuk mengumpulkan informasi tentang jalur perdagangan rempah di Lisbon, Portugal. Ia berhasil membawa pulang informasi penting, yang diperkuat dengan laporan Jan Huygen van Linschoten, seorang Belanda yang pernah bekerja dengan Portugis di India.

Informasi ini menjadi dasar lahirnya perusahaan dagang Belanda pertama, Compagnie van Verre, pada tahun 1594. Dari sinilah Cornelis ditunjuk untuk memimpin ekspedisi laut yang dikenal sebagai Eerste Schipvaart (Pelayaran Pertama).

Pelayaran Cornelis de Houtman

Cornelis de Houtman

Ekspedisi pertama ini berangkat dari Amsterdam pada tahun 1595 dengan empat kapal, yaitu Mauritius, Hollandia, Amsterdam, dan Duyfken.

Rute perjalanan mereka cukup panjang dan berbahaya. Mereka melewati Tanjung Harapan di Afrika Selatan, kemudian melintasi Samudra Hindia. Tantangan besar menghadang, seperti penyakit sariawan akibat kekurangan makanan, serta badai yang hampir menenggelamkan kapal.

Saat singgah di Madagaskar, lebih dari seperempat kru kapal meninggal dunia karena penyakit. Banyak jasad mereka dikuburkan di teluk setempat, sehingga teluk itu kemudian dikenal sebagai Kuburan Belanda.

Setelah perjalanan panjang dan penuh penderitaan, armada de Houtman akhirnya tiba di Banten, Jawa, pada 27 Juni 1596.

Tiba di Nusantara

Cornelis de Houtman

Awalnya, kedatangan Cornelis de Houtman disambut baik oleh rakyat Banten. Saat itu, Banten adalah pusat perdagangan lada terbesar di Jawa. Namun, sikap arogan dan kasar yang ditunjukkan oleh Cornelis dan para awaknya menimbulkan konflik dengan penduduk lokal.

Selain itu, Portugis yang sudah lama menjalin hubungan dengan Sultan Banten ikut memprovokasi agar Belanda diusir. Akhirnya, Sultan Banten tidak memberi izin kepada Cornelis untuk berdagang. Cornelis dan rombongannya pun dipaksa meninggalkan Banten dengan tangan hampa.

Kegagalan ini menunjukkan betapa sulitnya menembus jaringan perdagangan yang sudah dikuasai Portugis dan pedagang lokal.

Perjalanan ke Jawa dan Bali

Cornelis de Houtman

Setelah gagal di Banten, Cornelis mencoba mencari peluang di tempat lain. Namun di Jawa bagian timur, kapalnya justru diserang pembajak. Ia kemudian melanjutkan perjalanan ke Bali.

Di Bali, Cornelis mendapatkan sambutan yang lebih baik dari Raja Bali. Ia berhasil menjalin hubungan dagang dan memperoleh lada. Peristiwa ini menjadi salah satu momen penting karena menunjukkan bahwa tidak semua kerajaan di Nusantara menolak kehadiran Belanda.

Pada Februari 1597, armada Cornelis de Houtman kembali ke Belanda dengan hasil yang tidak terlalu besar. Dari 249 orang yang berangkat, hanya 87 orang yang kembali.

Ekspedisi Kedua dan Kematian Cornelis de Houtman

Meski ekspedisi pertama dianggap setengah gagal, para saudagar Belanda tetap melihat peluang besar. Mereka kembali mengirim ekspedisi berikutnya. Cornelis ikut serta dalam perjalanan kedua.

Namun, nasib tragis menimpanya di Aceh pada tahun 1599. Saat itu, ia terlibat konflik dengan Sultan Aceh karena dianggap menghina sang Sultan. Pasukan laut Aceh yang dipimpin oleh Laksamana Keumalahayati (Malahayati) seorang panglima perempuan yang memimpin pasukan Inong Balee berhadapan langsung dengan armada Cornelis.

Dalam pertempuran sengit itu, ia tewas di atas geladak kapalnya. Kematian ini menjadi penutup hidupnya sebagai pelaut, namun membuka lembaran baru bagi sejarah kolonialisme Belanda di Indonesia.

Dampak Ekspedisi Cornelis de Houtman

Meskipun ekspedisi Cornelis tidak membawa keuntungan besar, keberhasilannya membuka jalur ke Nusantara dianggap pencapaian penting bagi Belanda.

Dalam lima tahun setelah ekspedisi pertama, tidak kurang dari 65 kapal Belanda sudah berlayar ke Asia. Pada tahun 1602, Belanda kemudian membentuk VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie), sebuah perusahaan dagang raksasa yang diberi wewenang hampir seperti negara: berdagang, membangun benteng, bahkan berperang.

VOC inilah yang kemudian menjadi alat utama Belanda dalam menjajah Indonesia selama lebih dari 300 tahun. Dengan kata lain, kedatangan Cornelis bisa dianggap sebagai pintu gerbang penjajahan Belanda.

Cornelis de Houtman dalam Perspektif Sejarah

Cornelis adalah sosok yang kontroversial. Di Belanda, ia dikenang sebagai pelaut pemberani yang membuka jalur perdagangan baru. Tetapi di Indonesia, namanya lebih sering diingat sebagai simbol awal kolonialisme yang membawa penderitaan panjang.

Menariknya, bila dilihat dari kacamata pemikiran tokoh seperti Herbert Spencer, kolonialisme sering dianggap sebagai bagian dari “survival of the fittest”, di mana bangsa yang kuat menguasai bangsa yang lemah. Namun, perspektif ini justru memperlihatkan bagaimana teori sosial bisa dipakai untuk melegitimasi praktik penindasan.

Kisahnya tercatat dalam banyak dokumen sejarah, baik Belanda maupun Indonesia. Hingga kini, nama Cornelis masih muncul dalam kajian tentang kolonialisme Eropa, globalisasi awal, dan perdagangan maritim.

Warisan Sejarah Cornelis de Houtman

Warisan sejarah dari ekspedisi de Houtman cukup besar. Awal Penjajahan Belanda menjadikan ekspedisi ini menjadi langkah pertama Belanda sebelum mendirikan VOC. Transformasi Perdagangan membuat jalur perdagangan rempah mulai terbuka lebar, memicu meningkatnya kedatangan kapal-kapal Eropa ke Asia.

Konflik Antarbangsa membuat ekspedisi Houtman memperburuk persaingan antara Belanda, Portugis, dan Spanyol di Asia. Perlawanan Lokal membuat kematian Houtman di tangan Laksamana Malahayati menunjukkan bahwa rakyat Nusantara sejak awal tidak tinggal diam menghadapi kolonialisme.

Bagi kita saat ini, kisah Cornelis juga memberi pelajaran berharga tentang pentingnya memahami sejarah dunia. Pengetahuan seperti ini tidak hanya bermanfaat bagi akademisi, tetapi juga bagi siapa pun yang ingin melanjutkan studi sejarah, politik, atau hubungan internasional. Bahkan, banyak penerima Beasiswa S3 Luar Negeri menjadikan kajian kolonialisme Belanda di Indonesia sebagai topik penelitian, karena relevansinya dengan isu globalisasi, diplomasi, dan keadilan sejarah.

Pentingnya Memahami Sejarah

Kisah Cornelis bukan hanya tentang pelayaran seorang pelaut, tetapi tentang awal mula kolonialisme Belanda di Indonesia. Dari perjalanan penuh penderitaan, konflik, hingga kematian tragisnya, Houtman meninggalkan jejak sejarah yang besar.

Bagi Belanda, ia dianggap pahlawan yang membuka jalur dagang baru. Namun bagi bangsa Indonesia, ia adalah simbol awal penjajahan yang membawa penderitaan panjang.

Dengan memahami kisah Cornelis de Houtman, kita tidak hanya belajar tentang sejarah kolonialisme, tetapi juga tentang bagaimana bangsa ini sejak awal melawan dominasi asing dengan keberanian. Belajar sejarah sangat penting, apalagi untuk mempersiapkan UTBK SNBT.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *